Setelah dikemukakan hal-hal yang merupakan soal-soal aktuil dalam alam pikiran Marxistis dewasa ini, perlu lagi sekarang melengkapinya dengan persoalan tentang ajaran krisis ekonomi Marx.
Menurut ajaran krisis ekonomi Marx, maka dalam dunia kapitalis selamanya akan terjadi bahwa apa yang dibuat dan dijual di pasar oleh kaum pengusaha kapitalis akan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya diperlukan oleh masyarakat, dalam arti orang banyak. Si pengusaha yang kapitalis selalu hanya akan memilih untuk membuat barang-barang yang dikiranya akan memberikan untung yang sebesar-besarnya bagi dirinya. Umpamanya, barang-barang yang akan memberikan untung 50%, akan lebih dulu diusahakan daripada barang-barang yang hanya menjanjikan untung 25%. Hitungan dan perkiraan itu didasarkan atas harga barang-barang di pasar pada saat ia hendak memilih apa yang akan dibuatnya itu. Kalau umpamanya di waktu itu tampaknya membuat minyak wangi lebih menjanjikan untung daripada membuat spiritus biasa, maka akan dipilihnya untuk membuat minyak wangi itu. Spiritus perlu bagi campuran obat-obatan dan untuk berbagai hal yang bersangkutan dengan keperluan umum, sedangkan minyak wangi adalah suatu barang yang hanya diperlukan oleh sebahagian kecil rakyat yang mampu membeli barang lux. Pilihan sikap tadi menambah pembuatan barang lux, akan tetapi sebenarnya tidak menambah pembuatan barang yang diperlukan oleh orang banyak. Pedoman untung bagi kapitalis inilah yang merupakan penjelasan tentang kepastian adanya krisis dalam sistem ekonomi yang berjiwa pencari untung bagi orang-seorang itu. Di mana kapitalisme selalu akan menyebabkan tidak adanya keseimbangan antara barang yang ditawarkan dengan daya beli.
Kalau si kapitalis pembuat barang pada suatu ketika sudah terlalu banyak membuat satu macam barang, yang pada ketika mereka memilih barang apa yang hendak dibuatnya itu menjanjikan untung yang terbesar, sehingga tawaran akan barang itu pada suatu ketika akan melebihi keperluan golongan yang semula bersedia membayar harga yang tinggi untuk barang itu, maka harga barang itu kemudian terpaksa diturunkan supaya golongan-golongan yang kurang mampu pun dapat membeli barang yang berlebihan itu. Kerap kali terjadi bahwa barang itu sudah dibuat begitu banyaknya sehingga tiada lagi orang yang mau membelinya, sekalipun harganya sudah diturunkan di bawah ongkos pembuatannya. Barang itu tidak tidak dapat lagi dijual. Hal ini disebut over-produksi. Over-produksi dalam satu cabang penghasilan kerap kali mempengaruhi perkembangan dalam cabang-cabang lain daripada lapangan penghasilan, terutama yang bersangkutan dengan pembuatan barang-barang yang ternyata telah dibuat terlalu banyak. Maka jika over-produksi dalam satu cabang itu menyebabkan kerugian bagi pengusaha hingga mereka terpaksa memberhentikan usahanya atau menjadi bangkrut, maka di lain-lain cabang produksi yang biasanya menjual barangnya kepada perusahaan yang mula-mula menderita kesulitan itu. Selanjutnya akan terasa pula kemunduran, yaitu timbul over-produksi yang disebabkan oleh karena mundurnya permintaan, atau penjualan, maka merekapun akan mengalami resesi dan akhirnya krisis.
Kalau hal-hal seperti ini berlaku di cabang-cabang besar dan penting dalam alam produksi, maka akan timbullah kemunduran umum dalam kehidupan ekonomi. Harga-harga barang umumnya akan turun dan bangkrutnya perusahaan menjadi suatu hal yang lumrah. Berpuluh-puluh ribu atau bahkan berjuta-juta kaum buruh menjadi penganggur. Karena pendapatan orang pada umumnya berkurang, maka daya beli masyarakatpun sangatlah merosot. Hal mana akan lebih lagi memperdalam krisis atau kemerosotan alam produksi umumnya itu. Proletarisasi berlaku dengan lebih cepat dan kemelaratan umum meluas serta mendalam. Pada suatu ketika, meskipun masyarakat sudah bertambah miskin lagi oleh karena krisis itu, akan terasa pula kembali kekurangan pada barang. Maka yang masih mampu, yaitu yang kuat modalnya dan tidak hancur atau tumbang oleh karena krisis, akan mulai dapat bekerja kembali dengan mendapat untung. Ia akan memerlukan kaum buruh lebih banyak pula, dan dengan begitu bermula kembali proses naik dari dasar krisis, atau disebut juga konjunktur rendah. Dalam pada itu, tentu saja daya beli tidak akan dapat mencapai tingkatan sebelum krisis, oleh karena kemiskinan telah lebih meluas oleh krisis itu. Berdasar pada kenyataan itu, dikatakan bahwa puncak-puncak konjunktur tinggi, yaitu di antara krisis-krisis yang berlaku, akan merupakan kemunduran, sehingga pada suatu ketika antara dasar krisis dan konjunktur tinggi sesudahnya seolah-olah tiada lagi tampak perbedaan, yaitu akan terdapatlah depresi atau krisis yang terus menerus dengan tiada lagi kemungkinan konjunktur tinggi. Saat itu dinamakan saat krisis umum kapitalisme. Krisis itu mendahului keruntuhan sistem kapitalisme, dan menyatakan untuk seluruh dunia dan kemanusiaan keharusan untuk penggantiannya dengan sistem kolektif atau kerjasama umum dalam penghasilan. Yaitu bergantinya penghasilan berdasar milik orang-seorang dengan penghasilan yang berdasar pada milik kolektif, yaitu sosialisme.
Cara memandang seperti ini masih banyak terdapat terutama di negeri-negeri kominform dan juga di luarnya di antara kaum marxist-ortodox. Dalam karangan Stalin yang terakhir sebelum ia meninggal, masih dapat dikenali dasar-dasar ajaran teori Marx-Engels yang disebutkan di atas. Di dalamnya terdapat pokok-pokok pikiran tentang krisis umum kapitalisme ini, yang dianggapnya akan berlaku dalam bentuk persaingan yang lebih sengit dan hebat dalam keadaan resesi dan krisis ekonomi di antara golongan-golongan kapitalis itu sendiri, sehingga hal itu akan dapat menimbulkan peperangan imperialisme baru di kalangan mereka.
NB: Sumber lupa, sudah bersemayam terlalu lama di laptop
Penyusun : Alamudin Zaenuri
Al Khawarzmi dari negeri Ibu Pertiwi
NB: Sumber lupa, sudah bersemayam terlalu lama di laptop
Penyusun : Alamudin Zaenuri
Al Khawarzmi dari negeri Ibu Pertiwi
0 comments:
Post a Comment