KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
(SAMUDERA PASAI)
Kerajaan Samudera Pasai dalam sejarah Indonesia tercatat sebagai kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Raja pertama dan pendiri kerajaan Samudera Pasai ini adalah Sultan Malik Al-Saleh (1290-1297). Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Seumawe sekarang (pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan Selat Malaka.
Pada tahun 1297 M, Sultan Malik Al-Saleh wafat, kemudian kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh putranya yang bernama Sultan Malik al-Tahir (1297-1326). Setelah Sultan Malik al-Tahir wafat pada tahun 1326, kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh putranya, bernama Sultan Malik al-Zahir.
Mengenai pribadi sultan ini, Ibnu Batutah (pengembara dari Maroko) yang pernah singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 dan 1346 mengatakan bahwa Sultan Malik al-Zahir adalah seorang sultan yang taat pada agama dan menganut ma hab Syafi i. Pada masa pemerintahan Malik al-Zahir terdapat orang Persia yang menjadi pejabat istana.
Pada tahun 1348, Sultan Malik al-Zahir wafat, kemudian takhta kerajaan dipegang oleh Zainal Abidin. Pada masa Zainal Abidin inilah, Majapahit berhasil menguasai Samudera Pasai. Dengan demikian, Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Setelah Majapahit mengalami kehancuran, Samudera Pasai tegak kembali. Keberadaan Samudera Pasai sampai tahun 1405 masih terdengar diberitakan oleh Mohammad Cheng Ho pemimpin armada Cina, yang beragama Islam, dan sempat singgah di Samudera Pasai.
Setelah Zainal Abidin, kerajaan ini tidak terdengar lagi karena telah tergeser oleh Kerajaan Malaka. Perekonomian masyarakat Samudera Pasai tergantung dari perdagangan. Posisinya yang berada di jalur perdagangan internasional dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk kemajuan ekonomi rakyatnya.
Menurut beberapa sumber sejarah, diketahui bahwa banyak pedagang dari berbagai negara berlabuh di Pelabuhan Pasai. Kerajaan ini berusaha menyiapkan bandar-bandar yang dapat digunakan untuk menambah bahan perbekalan, mengurus perkapalan, mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan, baik yang akan dikirim ke luar negeri maupun yang disebarkan di dalam negeri.
Keadaan masyarakat Samudera Pasai pada saat itu, diketahui dari catatan perjalanan Marcopolo dan Ibn Batutah. Menurut catatan perjalanan mereka, masyarakat Pasai adalah masyarakat pedagang yang beragama Islam terutama mereka yang tinggal di pesisir pantai timur Sumatra. Menurut catatan mereka ini juga diketahui bahwa kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat penyebaran agama Islam ke kawasan sekitarnya di Sumatra dan Malaka. Orang-orang Pasai yang telah memeluk Islam menjadi golongan yang berperan dalam menyebarkan Islam, selain golongan pedagang dan ulama setempat.
Kehidupan sosial masyarakat Samudera Pasai, diatur menurut aturan-aturan dan hukum-hukum Islam yang mempunyai kesamaan dengan daerah Arab, sehingga daerah kerajaan Samudera Pasai mendapat julukan daerah Serambi Mekkah.
Berikut ini urutan raja-raja yang memerintah di Samudera Pasai, yaitu sebagai berikut.
1. Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh)
2. Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326
3. Sultan Muhammad, wafat tahun 1354
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun 1383
5. Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405
6. Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun 1428.
Sosial Ekonomi Masyarakat Kerajaan Samudera Pasai
2. Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326
3. Sultan Muhammad, wafat tahun 1354
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun 1383
5. Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405
6. Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun 1428.
Sosial Ekonomi Masyarakat Kerajaan Samudera Pasai
Menurunnya peranan Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka berkembang pesat. Banyak pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di Pidie, Perlak, dan Pasai.
Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai berada di bawah kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi keleluasan untuk tetap menguasai perdagangan di Selat Malaka. Belakangan diketahui bahwa sebagian wilayah dari Kerajaan Majapahit sudah memeluk agama Islam.
Karena letak Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke-14 dapat dipanen dua kali setahun, berikutnya kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter.
Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India, Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim, Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Letaknya yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati wilayah perairannya.
Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai pada 1404, meskipun kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai menurun seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai ini masih cukup makmur. Ma Huan adalah seorang musafir yang mengikuti pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke Jawa).
Kerajaan Samudera Pasai merupakan dua kerajaan kembar, yakni Samudera dan Pasai, kedua-duanya merupakan kerajaan yang berdekatan. Ketika Nazimuddin al-Kamil (Laksamana asal Mesir) menetap di Pasai, kedua kerajaan tersebut akhirnya dipersatukan dan Pemerintahan menjalankan sistem nilai-nilai Islam.
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pesisir sehingga pengaruhnya hanya berada di bagian Timur Sumatera. Samudera Pasai berjasa menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok di Sumatera, bahkan menjadi pusat penyebaran agama. Selain banyaknya orang Arab menetap dan banyak ditemui persamaan dengan kebudayaan Arab, atas jasa-jasanya menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara wilayah itu dinamakan Serambi Mekah.
Berdasarkan catatan Batutah, Islam telah ada di Samudera Pasai sejak seabad yang lalu, jadi sekitar abad ke-12 M. Raja dan rakyat Samudera Pasai mengikuti Mazhab Syafei. Ketika singgah di pelabuhan Pasai, Batutah dijemput oleh laksamana muda dari Pasai bernama Bohruz. Lalu, laksmana tersebut memberitakan kedatangan Batutah kepada raja. Ia diundang ke Istana dan bertemu dengan Sultan Muhammad, cucu Malik as-Saleh. Setelah setahun di Pasai, Batutah segera melanjutkan pelayarannya ke Cina, dan kembali ke Samudera Pasai lagi pada 1347.
Bukti lain dari keberadaan Pasai adalah ditemukannya mata uang dirham sebagai alat tukar dagang. Pada mata uang ini, tertulis nama para sultan yang memerintah Kerajaan. Nama-nama sultan (memerintah dari abad ke-14 hingga 15) yang tercetak pada mata uang tersebut di antaranya Sultan Alauddin, Mansur Malik Zahir, Abu Zaid Malik Zahir, Muhammad Malik Zahir, Ahmad Malik Zahir, dan Abdullah Malik Zahir.
Dengan munculnya pusat politik dan perdagangan baru di Malaka pada abad ke-15 merupakan faktor yang menyebabkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hancur dan hilangnya peranan Pase dalam jaringan antar bangsa, yaitu ketika suatu pusat Kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-16. Pasai ditaklukan dan dimasukkan ke dalam wilayah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan Lonceng Cakra Donya hadiah dari Raja Cina untuk Kerajaan Islam Samudera Pasai dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Namun demikian, dari perjalanan sejarah Pasai antara akhir abad ke 13 sampai awal abad ke 16 memang menunjukkan Kerajaan Samudera Pasai muncul dan berkembang. Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai itu sendiri. Walaupun Kerajan Islam Samudera Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, namun peninggalan dari Kerajaan ini masih banyak dijumpai sampai saat ini.
Pada 1913 dan 1915, J.J. De Vink bangsa Belanda telah mengadakan inventarisasi di bekas peninggalan Kerajaan Islam Samudera Pasai. Dan pada 1937, beberapa makam di Samudera Pasai dipugar oleh Pemerintah Belanda. Kemudian pada 1972, 1973, dan 1976. Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai di Kecamatan Samudera Geudong Kabupaten Aceh Utara telah diinventarisasi oleh Direktur Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan milik pemerintah Republik Indonesia.
Pada umumnya, tulisan pada makam tersebut belum diteliti seluruhnya dan hal ini perlu penelitian lebih lanjut oleh generasi pada masa sekarang. Berbagai peninggalan sejarah berupa situs makam para raja yang hingga saat ini penduduk di sekitar makam Sultan Malikussaleh sering menemukan mata uang emas (dirham), keramik, dan gelang mata delima yang umumnya ditemukan di sekitar kawasan tersebut.
0 comments:
Post a Comment